Tuesday, June 23, 2020

Kumpulan kata-kata bijak Pramodeya Ananta Toer

Berikut ini merupakan kumpulan kata kata bijak dari seorang penulis hebat yang pernah dilahirkan oleh Ibu pertiwi. Pramoedya Ananta Toer orang menyebut namanya.
Namun kali saya hanya merangkum kata kata bijak beliau yang ada dalam kumpulan Roman-nya yang berjudul Bukan Pasar Malam.
Bung dan sis mari kita:
1. Sekarang kepalaku membayangkan kuburan, tempat manusia yang terakhir. Tapi kadang-kadang manusia tak mendapat tempat dalam kandungan bumi. Ya, kadang-kadang. Pelaut, prajurit di zaman perang, sering mereka tak mendapat tempat tinggal terakhir. Dalam kepalaku membayangkan, kalau ayah yang tak mendapatkan tempat itu.

2. Akhirnya manusia ini mati juga, mati Sakit.

3. Kadang-kadang manusia ini tak kuasa melawan kenang-kenangannya sendiri. Dan tersenyum aku oleh keinsyafan itu. Ya, kadang-kadang tak sadar manusia terlampau kuat dan menenggelamkan kesadarannya. Aku tersenyum lagi.

4. Kala itu kemiskinan selalu melayang-layang di angkasa dan menyambari kepalaku.

5. Ya, alangkah indah masa kecil yang lalu. Dan kini aku menembangkan keindahan dalam kenang-kenangan.

6. Mengobrol adalah suatu pekerjaan yang tak membosankan, menyenangkan, dan biasanya panjang-panjang.

7. Ya, mengapa kita ini harus mati seorang diri? Lahir seirang diri pula? Dan mengapa kita ini harus hidup di satu dunia yang banyak manusianya? Dan kalau kita sudah manusia, dan orang itu pun mencintai kita. Seperti mendiang kawan kita itu misalnya–mengapa kemudian kita harus bercerai-cerai dalam maut. Seorang. Seorang. Seorang. Dan seorang lagi lahir. Seorang lagi. Seorang lagi. Mengapa orang ini tak ramai-ramai lahir dan ramai-ramai mati? Aku ingin dunia ini seperti Pasarmalam.

8. Di daerah kami yang miskin, jarang orang berani membuat sumur. Dan di daerah kami yang kering, sumur adalah pusat perhatian manusia dalam hidupnya di samping beras dan garam. Karena itu, sekalipun pembuatan sumur itu atas ongkos sendiri, akhirnya dia menjadi hak umum. Orang yang membuat sumur adalah orang yang berwakaf di tempat kami. Dan bila orang memiliki sumur di daerah kami, dia akan mendapat penghormatan penduduk: sedikit atau banyak. Dan kalau engkau punya sumur di sini, dan sumur itu kau tutup untuk kepentingan sendiri, engkau akan dijauhi orang dan dicap kedekut.

9. Di dunia ini tak ada sesuatu kegirangan yang lebih besar daripada kegirangan seorang bapak yang mendapatkan anaknya kembali.

10. Danni, Adikku, kini terasa betul oleh kita, pahit sungguh hidup di dunia ini, bila kita selalu ingat pada kejahatan orang lain. Tapi untuk kita sendiri, Adikku, bukankah kita tidak perlu menjahati orang lain?

11. Di dunia ini manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula kembali pulang. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana.

12. Apabila rumah itu rusak, yang menempatinya pun rusak.

13. Demokrasi sungguh suatu sistem yang indah. Engkau boleh memilih pekerjaan yang engkau sukai. Engkau mempunyai hak sama dengan orang-orang lainnya. Dan demokrasi itu membuat aku tak perlu menyembahdan menundukkan kepala pada presiden atau menteri atau paduka-paduka lainnya. Sungguh, ini pun suatu kemenangan demokrasi. Dan engkau boleh berbuat sekehendak hatimu bila saja masih berada dalam lingkungan batas hukum. Tapi kalau engkau tak punya uang, engkau akan lumpuh tak bisa bergerak. Di negara demokrasi engkau boleh membeli barang apapun yang engkau sukai. Tapi kalau engkau tak punya uang engkau hanya boleh menonton barang yang engkau inginkan itu. Ini juga semacam kemenangan demokrasi.

14. Aku mengeluh. Hatiku tersayat. Aku memang perasa. Dan keluargaku pun terdiri dari makhluk-makhluk perasa.

15. Bahwa orang yang punya itu banyak menimbulkan kesusahan pada yang tak punya. Dan mereka tak merasai ini.

16. Dan dengan langkah berat pergilah aku meninggalkan rumahsakit itu; rumah tempat orang yang tak bebas mempergunakan tubuh dan hidupnya sendiri.

17. idak seperti mereka yang memperjuangkan hidupnya di pinggir jalan berhari-harian. Kalau engkau bukan presiden, dan juga bukan menteri, dan engkau ingin mendapat tambahan listrik tigapuluh atau limapuluh watt, engkau harus berani menyogok dua atau tigaratus rupiah. Ini sungguh tidak praktis. Dan kalau isi istana itu mau berangkat ke A atau ke B, semua sudah sedia, pesawat udaranya, mobilnya, rokoknya, dan uangnya. Dan untuk ke Blora ini, aku harus pergi mengelilingi Jakarta dulu dan mendapatkan hutang. Sungguh tidak praktis kehidupan seperti itu.
Dan kalau engkau jadi presiden, dan ibumu sakit atau ambillah bapakmu atau ambillah salah seorang dari keluargamu yang terdekat, besok atau lusa engkau sudah bisa datang menengok. Dan sekiranya engkau pegawai kecil yang bergaji cukup hanya untuk bernafas saja, minta perlop untuk pergi pun susah. Karena, sep-sep kecil itu merasa benar kalau dia bisa memberi larangan sesuatu pada pegawainya.

18. Orang itu membutuhkan air dalam hidupnya.

19. Kudekati ranjang ayahku, kuraba kakinya yang kering. Hatiku tersayat. Bukankah kaki itu dulu seperti kakiku juga dan pernah mengembara ke mana-mana? Dan kini kaki itu terkapar di atas kasur ranjang rumahsakit. Bukan kemauannya. Ya, bukan kemauannya. Rupa-rupanya manusia ini tak selamanya bebas mempergunakan tubuh dan hidupnya. Dan kelak begitu juga halnya dengan kakiku.


No comments:

Post a Comment

Menghadapi kenyataan tanpa masa depan

Kemana kaki akan diayunkan, Sementara malam tak lagi menjadi tempat persinggahan. Kemana kaki akan diarahkan, Saat kenyataan bersembunyi pad...