Posts

Showing posts from July, 2019

Dulu dan Hari Ini.

"Meski kita sering tidak sependirian Kuharap kita tetap pada kearifan Pada jejak pengembaraan Dimana prinsip kemanusian menjadi pijakan." Begitulah yang kau katakan dulu Saat kita masih bicara tentang re-vo-lu-si. "Kita adalah generasi selanjutnya Yang harus memantapkan diri Untuk menjaga kebudayaan dan tradisi Sehingga tak kehilangan tali kekang, nanti." Pesan itulah yang pernah kau titipkan padaku Tempo doe-loe. " Zaman terus berubah Begitu pula ilmu pengetahuan Tapi kita tak boleh membiarkan berkas Sejarah bangsa kita lenyap di telan perubahan." Ucapmu dulu saat kita Bicara per-jua-ngan. ** Setelah beberapa tahun tak bersua hari ini aku melihatmu Tampil di televisi Memakai  rompi warna orange Sembari melambaikan tangan dan tersenyum. Sontak saya berucap "Ternyata kau ko-rup-tor." Begitulah hidup menghadirkan lelucon lelucon baru yang sering tak terduga Dulu bak pahlawan sekarang ke-pa-rat Dulu lantang sekarang me-l...

Bahasa Ibu Yang Terpinggirkan

Udara begitu dingin malam ini//sementara alam fikiranku di paksa untuk menghafal ribuan kata, yang itu berbeda dengan bahasa ibu//pikiranku mendidih antara menerima atau tidak kata-kata itu. Aku merasa kasihan dengan bahasa ibu yang perlahan mulai terpinggirkan//betapa tak bergunanya aku, membiarkan bahasa ibu terkoyak oleh keramaian dan kemajuan zaman. Bahasa ibu mulai sepi pengunjung//aku merasa menjadi generasi yang membiarkan bahasa ibu masuk dalam liang kubur-nya//"tapi ini merupaka kemajuan zaman. Kau harus memacu dirimu untuk bisa berdiri diantar keramaian." Kegelapan itu berkata padaku sambil menggoda//aku masih diam dan tidak bisa berkata apa-apa. Sementara diantara kegelapan dan sepi//bahasa ibu mulai menggantungkandiri di pohon mangga yang ada di depan kosan//dengan sendirinya aku berkata "jangan menggantung diri sendirian, karena aku masih siap untuk terus menemanimu//meski aku harus berpisah dengan keramaian dan berteman dengan sepi. By. Wfi.

Suramadu Sebelum Subuh

Harold telah menghabiskan beberapa batang rokoknya. Ia kini meringkuk di atas ranjang dengan tatapan kosong. Kuas dan kanvas ia biarkan tergeletak di atas lantai, hampir seluruh kanvas dipenuhi dengan coretan. Ia telah melukis berkali-kali tapi selalu berakhir dengan ketidakpuasan. Lima hari yang lalu, seseorang memesan  lukisan pada Harold. Ia ingin sebuah lukisan tidak biasa yang objek utamanya adalah jembatan Suramadu. ”Aku akan membayar dengan sembilan digit angka nol dibelakang angka 1,” kata pelanggannya. Tapi bukan karena uang itu Harold merasa harus menghasilkan lukisan yang tak biasa, melainkan reputasinya sebagai seorang pelukis menuntutnya untuk tidak akan mengecewakan pelanggan. Ia sadar ia memberontak, sebelum ia terkenal dan memiliki pekerjaan melukis untuk orang lain, ia hanya melukis untuk dirinya sendiri, karena memang kecintaannya pada seni lukis. Tapi sekarang semua berbeda, Harold telah terperangkap pada sebuah dunia dimana tugasnya adalah mengikuti keinginan pe...